Sakral, Prosesi Pengambilan Air Suci di Umbul Songo Semarang Dibuka Tarian Sesaji Penari ISI

SEMARANG, Lingkarjateng.id – Suasana sakral, bahkan terkesan mistis sangat dirasakan saat prosesi pengambilan air suci dari mata air Umbul Songo. Prosesi ini digelar di Dusun Sleker, Desa Kopeng, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.

Perayaan Saparan Sleker 2023 digelar selama tiga hari, yakni mulai Minggu, 3 September 2023 sampai dengan Selasa 5 September 2023. Prosesi ini merupakan sebuah tradisi yang rutin digelar di dusun tersebut.

Prosesi Ritual Mata Air dengan proses pengambilan air suci dari mata air di Umbul Songo, dibuka dengan sebuah tarian sesaji yang saat itu dilakukan oleh para penari dari Institut Seni Indonesia (ISI) Solo sebanyak empat orang.

“Proses pengambilan air suci dari mata air Umbul Songo ini diawali dengan sebuah tarian sesaji yang dilakukan oleh penari di lokasi sumber mata air itu sendiri. Prinsipnya tari sesaji ini sebagai simbol penghormatan warga Desa Kopeng khususnya kepada leluhur atas berkah mata air yang dapat dinikmati oleh banyak desa itu,” kata salah seorang warga asli sekaligus budayawan dari Dusun Sleker, Risnan.

Risnan menjelaskan bahwa untuk kegiatan ritual mata air ini harus dilakukan setiap Minggu Paing. Atau Kamis Paing jika di dalam bulan tersebut tidak ada pasaran hari Minggu Paing.

“Secara turun temurun, prosesi ritual mata air ini harus kami lakukan pada Minggu Paing. Karena selain kami menjaga budaya yang sudah menjadi turun temurun. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan juga sebagai bentuk syukur karena mata air di Umbul Songo ini sampai saat ini masih tetap ada, terjaga, dan lestari,” bebernya.

Sesudahnya, suara musik dari gamelan yang mengiringi para penari sesaji itu selesai dimainkan.

Ritual ini juga dihadiri Bupati Semarang Ngesti Nugraha. Ia meletakkan sesaji sebagai bentuk pemberian dari warga kepada mata air yang sudah lama membuat makmur warga desa setempat.

“Jadi sesaji dan ayam kampung ini kami letakkan di pintu-pintu dekat dengan mata air. Artinya, bahwa kami juga mengucap syukur serta terima kasih kepada alam semesta yang tetap menjaga mata air ini masih ada sampai saat ini bahkan, masih bisa kita nikmati sampai anak cucu kami,” terangnya.

Sesudah meletakkan sesaji dan ayam kampung, di lokasi mata air Umbul Songo, semua warga yang ikut dalam ritual mata air itu mengambil air dari lokasi tersebut untuk dimasukkan ke dalam sebuah kendi dari gerabah.

“Kemudian air di dalam kendi itu kami berikan ke masyarakat untuk diminum sebagai simbol kesehatan dan kemakmuran. Kemudian juga bisa untuk membasuh wajah, sebagai simbol untuk menghapuskan hal-hal negatif dari wajah dan tubuh kita,” jelas Risnan.

Ritual mata air yang selalu dilakukan dalam sebuah kegiatan saparan di Dusun Sleker itu tidak pernah absen dilakukan. Hal ini, disebabkan sebuah kepercayaan budaya yang dipercaya sampai saat ini oleh warga setempat jika tidak melakukan ritual mata air, maka pagebluk akan datang di desa mereka.

Usai ritual mata air dilakukan, pada malam hari warga setempat meyakini ritual akan semakin lengkap dengan pagelaran wayang kulit semalam suntuk.

Menurut Ngesti Nugraha, ritual tersebut merupakan suatu kebudayaan yang harus dilestarikan.

“Dan kami harus menghormatinya, karena memang acara ritual sakral yang dipercaya oleh masyarakat setempat. Dan kami dari Pemkab Semarang sangat mendukung sekali, karena memang mata air di Umbul Songo itu dialirkan ke banyak sekali daerah baik di wilayah Kabupaten Semarang, termasuk juga untuk Kota Salatiga, dan memang harus kita jaga kelestariannya,” pesannya. (Lingkar Network | Hesty Imaniar – Lingkarjateng.id)

Similar Posts