Banyak Khasiat dan Langka, Kopi Wulung Cuma Bisa Ditanam di Desa Pledokan Semarang

SEMARANG, Lingkarjateng.id – Kopi Wulung merupakan satu jenis kopi yang disebut banyak masyarakat memiliki khasiat untuk mengobati berbagai macam penyakit. Namun keberadaanya hanya dapat ditemukan di kebun kopi wilayah Desa Pledokan, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang.

Desa Pledokan tidak hanya memiliki beragam kekayaan alam yang mampu menopang perekonomian warga di sekitar desa tersebut. Dari segi wisata alam, Desa Pledokan memiliki banyak wisata alam yang bisa dikunjungi masyarakat seperti Watu Kelir dan Curug 7 Bidadari. Sedangkan dari segi pertanian, warga di Desa Pledokan mendapatkan hidup yang sejahtera dan serba berkecukupan dari hasil tanaman kopi.

Kopi yang khas inilah menjadi kebanggaan warga Desa Pledokan adalah Kopi Wulung. Kopi Wulung ini hanya bisa tumbuh di Desa Pledokan tanpa ditanam oleh para petani.

Salah satu petani dari Kelompok Tani Suka Maju I, Desa Pledokan, Waluyo saat ditemui di kebun kopi miliknya di Dusun Resowinangun, Desa Pledokan, Kecamatan Sumowono menjelaskan, bahwa kopi wulung adalah jenis kopi yang sangat susah ditanam oleh para petani kopi di sana.

“Jadi khusus kopi wulung ini memang tidak bisa ditanam melalui proses pembibitan, karena tanaman ini proses tumbuhnya yakni tumbuh begitu saja, atau “tukulan” jadi memang asli dan hanya bisa ditemui di desa kami ini,” katanya, Senin sore, 4 September 2023.

Karena susahnya proses tanam, Waluyo menyebut tumbuhan kopi wulung mulai langka ditemui.

“Bisanya melalui proses stek. Karena di sini selain kopi wulung, kami juga punya kopi unggulan lainnya, seperti kopi jenis arabika, robusta, dan juga ekselsa atau beo. Nah, kopi wulung ini bisa di stek namun hanya dengan tanaman kopi jenis robusta, tidak bisa dari jenia kopi lainnya,” ujarnya.

Ia menjelaskan, jika di tanam melalui proses stek dengan jenis kopi lain selain robusta, rasa dari kopi wulung akan sangat jauh berbeda. Sebab, rasa dari kopi wulung itu sendiri memiliki rasa yang sangat pahit.

“Jika dengan robusta ini tidak akan mempengaruhi rasa dan khasiatnya. Karena kopi wulung adalah jenis kopi yang biasa digunakan untuk obat berbagai macam penyakit. Seperti disentri, asam lambung, hipertensi, asam urat dan penyakit dalam lainnya. Cara mengkonsumsinya pun berbeda dengan cara minum kopi lainnya,” beber Waluyo.

Selain itu, keunikan lain dari kopi wulung yakni cara mengonsumsinya. Setiap penikmat kopi wulung disarankan untuk meminumnya hanya satu hari satu kali pada saat sebelum tidur.

“Dan saat membuatnya tidak boleh menggunakan gula, jadi harus kopi wulung murni karena kopi jenis ini selain nikmat rasa pahitnya juga berkhasiat,” imbuh Waluyo.

Untuk harga kopi wulung, Waluyo mengatakan harga kopi wulung ini berbeda dengan jenis kopi lainnya dari Desa Pledokan. Harga per kilo biji kopi wulung dibandrol Rp 400 sampai Rp 450 ribu.

“Dan jika sudah dalam bentuk kemasan dan bentuk bubuk siap minum, harganya bisa sampai Rp 700 hingga Rp 850 ribu. Maka dari itu pasarnya kopi wulung kami ini tidak di Kabupaten Semarang, tapi daerah lain,” ujarnya.

Tanaman kopi wulung pun berbeda dengan bentuk tanaman kopi pada umumnya. Tanaman kopi wulung memiliki bentuk yang sangat tinggi, dengan ditumbuhi banyak daun muda.

Selain itu, bentuk biji kopi wulung dan warnanya pun berbeda dengan kopi jenis lainnya. Kopi wulung ini memiliki ukuran biji yang lebih kecil dibandingan jenis kopi lainnya, serta berwarna ungu.

“Dan saat ini mulai langka, tidak banyak tanaman kopi wulung yang tumbuh dengan sendirinya, makanya kami juga menanamnya dengan cara stek bersama tanaman kopi jenis robusta agar bisa tetap memproduksi kopi wulung tanpa mengurangi kualitas dan khasiat, serta rasanya,” lanjutnya.

Waluyo juga menceritakan bahwa di Desa Pledokan tidak hanya memproduksi kopi wulung saja, tapi juga kopi jenis lainnya. Yakni, robusta, arabika, dan ekselsa atau abeo, dimana semuanya merupakan jenis kopi petik merah.

“Jadi selain kopi wulung yang terkenal di Desa Pledokan juga ada kopi robusta dan ekselsa yang juga banyak di buru pembeli. Karena memang ada rasa khasnya kopi robusta dan ekselsa kita, jadi pahitnya ada rasa asam dan rasa buah-buahan. Misalnya robusta nangka, robusta alpukat tergantung kami menanamnya berdekatan dengan pohon buah jenis apa, jadi ada rasa uniknya yang banyak disukai oleh orang-orang banyak,” sebutnya.

Di sisi lain, Kepala Desa (Kades) Pledokan, H Amin mengatakan bahwa kopi menjadi salah satu sektor terbesar yang membuat warganya sejahtera. Bahkan berbagai inovasi pun dilakukan oleh para kelompok tani di Desa Pledokan yang memiliki empat dusun itu.

“Kami selalu mendorong warga di sini untuk terus bisa memproduksi kopi-kopi khas Desa Pledokan. Karena jujur memang kami tidak banyak variasi untuk kopi produksi para kelompok tani di sini, mereka rata-rata menjual kopi dalam bentuk whole bean atau bubuk dalam kemasan dengan nama produknya Gumuk Dali yang diproduksi total ada 7 kelompok tani dan 2 kelompok wanita tani (KWT),” imbuhnya.

Dikatakannya produk kopi wulung hanya dijual di luar daerah Kabupaten Semarang khususnya lokasi wisata Candi Borobudur dan di ekspor ke Turki sebanyak 15 ton.

“Karena memang pasar pembelinya dari wisatawan asing dan mancanagera karena harganya yang sangat mahal itu, kami sempat kesusahan jika di jual di pasar lokal. Kecuali untuk jenis kopi lainnya, itu memang kami pasarkan baik di daerah sendiri dan daeraah lain bahkan di seluruh wilayah di Indonesia, karena rata-rata kelompok tani yang memproduksi kopi di sini sudah memiliki pelanggan sendiri-sendiri,” ucapnya.

Tahun ini petani Desa Pledokan berhasil memanen sebanyak 195 ton jenis robusta dan arabika. Ia berharap produk kopi asli dari Kabupaten Semarang semakin berkembang.

“Desa Pledokan ini menjadi wilayah terbesar di Kabupaten Semarang untuk memproduksi kopi khas lokal sini, jadi dengan meningkatnya hasil panen ini kami harap warga di sini yang rata-rata merupakan petani kopi bisa semakin sejahtera karena kami terus dorong mereka untuk memproduksi kopi setiap waktu demi kemakmuran bersama. Karena petani di sini tidak ada yang jadi buruh, semuanya petani sehingga kami harap bisa menjadi satu contoh untuk desa lainnya di Kabupaten Semarang dalam hal produksi kopi,” tandasnya.

Sebagai informasi, untuk harga per kilo kopi khas Desa Pledokan baik jenis robusta, arabika, dan ekselsa dibanderol seharga mulai Rp 20 ribu sampai dengan Rp 150 ribu. (Lingkar Network | Hesty Imaniar – Lingkarjateng.id)

Similar Posts