Kebebasan Pers Terancam, Gabungan Organisasi Jurnalis di Semarang Demo Tolak RUU Penyiaran

SEMARANG, Lingkarjateng.id – Gabungan organisasi jurnalis seperti AJI, PWI, IJTI, PFI, Persma , dan gerakan masyarakat sipil menggelar aksi unjuk rasa tolak RUU penyiaran di Halaman Gubernur Jawa Tengah (Jateng), Kamis (30/5).

Ketua Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Kota Semarang Aris Mulayawan menegaskan RUU Penyiaran berpotensi  memberikan kewenangan terhada[ KPI melakukan penyensoran dan pembredelan konten di media sosial.  

“Mahkamah Konstitusi dengan membatalkan pasal berita bohong yang menimbulkan keonaran Pasal 14, Pasal 15 pada UU Nomor 1 Tahun 1945 dan Pasal 310 ayat (1) tentang pencemaran nama baik yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana pada 21 Maret 2024 lalu. Mengapa poin kabar bohong dan pencemaran nama baik masuk kembali di RUU Penyiaran?,” kata Aris Mulyawan.

Sementara itu, Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Jawa Tengah, Teguh Hadi Prayitno khawatir apabila RUU ini disahkan, maka pemerintah bisa mengendalikan ruang gerak warga negara dan mengkhianati semangat demokrasi yang terwujud melalui UU nomor 40 tahun 1999. Ia juga menegaskan, beberapa pasal dalam RUU Penyiaran dapat mengancam kebebasan pers dan berekpresi.

“Oleh karenanya kami meminta agar dilakukan pembahasan ulang yang melibatkan dewan pers, organisasi-organisasi pers yang sejalan dengan semangat reformasi dan demokrasi,” jelasnya.

Adapun gabungan organisasi jurnalis dan gerakan masyarakat sipil tersebut  dalam penolakkannya terhadap RUU Penyiaran, memberikan  pernyataan sikap sebagai berikut:

Berdasarkan permasalahan-permasalahan tentang RUU Penyiaran, Aliansi Jurnalis Jawa Tengah, Koalisi Masyarakat Sipil dan Aksi Kamisan Semarang menyatakan sikap untuk menolak RUU Penyiaran:

-Tolak pembahasan RUU Penyiaran yang berlangsung saat ini karena dinilai cacat prosedur dan merugikan publik.

-Mendesak DPR untuk menghentikan pembahasan RUU Penyiaran yang substansinya bertentangan dengan nilai demokrasi, upaya pemberantasan korupsi dan penegakan hak asasi manusia.

-Mendesak DPR untuk melibatkan partisipasi publik yang bermakna, dalam penyusunan revisi UU Penyiaran untuk memastikan tidak ada pasal-pasal multitafsir yang dapat dipakai untuk mengebiri kemerdekaan pers, memberangus kebebasan berpendapat, serta menjamin keadilan dan kesetaraan dalam masyarakat.

-Membuka ruang ruang partisipasi bermakna dalam proses penyusunan RUU Penyiaran dengan melibatkan organisasi masyarakat sipil dan kelompok masyarakat terdampak lainnya.

-Penyusunan dan pembahasan RUU Penyiaran harus melibatkan Dewan Pers dan seluruh konstituennya agar tidak terjadi pembiasan nilai-nilai kemerdekaan pers. (Lingkar Network | Rizky Syahrul Al-Fath – Lingkarjateng.id)

Similar Posts