Perkuat Toleransi Warga, Begini Serunya War Takjil di Ambarawa Semarang

SEMARANG, Lingkarjateng.id – Serunya Ramadhan tahun ini, dimana masyarakat disuguhkan berbagai tren yang tengah viral untuk semakin memperkuat toleransi antar umat agama, suku, dan budaya lain, dengan cara “war takjil”.

War takjil sejak awal masuki bulan puasa di 2024 ini menjadi trending topic, dimana umat muslim yang menjalankan ibadah puasa Ramadhan, harus berebut takjil bersama umat agama lainnya. Bahkan, tren ini banyak sekali dibuat video-video unik nan lucu di berbagai platform media sosial.

Seperti cerita keseruan “war takjil” yang ada di Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang.

Salah satu warga dari wilayah Kupang, Ambarawa, Nurul Hidayah Utami (23) yang tengah berburu takjil bersama teman-temannya itu mengaku tidak masalah kalau harus berburu takjil dengan non muslim (nonis).

“Sebenarnya seru kalau harus war takjil dengan nonis, ejek-ejekkannya seru, dan jadi bikin kita semakin kuat toleransinya disini. Kita juga bisa saling menyayangi antar umat beragama yang ada di masyarakat kita,” ungkap Utami kepada Lingkar, Jumat, 22 Maret 2024 saat ditemui di salah satu lapak takjil di depan Stasiun Ambarawa, wilayah Panjang, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang.

Tidak hanya itu, Utami juga mengatakan di Ambarawa sendiri juga terdapat banyak gereja dan masjid yang lokasinya berdekatan, sehingga rasa toleransi antar umat beragama dan budaya di wilayah tersebut sudah berjalan baik sejak lama.

“Disini juga ada klenteng, dan tempat ibadah lainnya, disini warganya juga pluralisme-nya tinggi, disini juga banyak warga Tionghoa, dan nonis lainnya, jadi menurut saya seru dan malah lucu ya, kita jadi semakin bisa menghormati dan menerima perbedaan keyakinan ini,” bebernya.

Selain Utami, ada warga Ambarawa lainnya yang mengaku jika war takjil dengan nonis menjadi sesuatu hal yang nantinya akan dirindukan setiap datangnya bulan Ramadhan.

Cacelia Argetha Mira (19) yang mengaku senang berburu takjil di bulan Ramadhan tahun ini.

“Saya nonis kebetulan mbak, dan saya senang beli takjil, makananya enak-enak dan banyak pilihannya, jarang-jarangkan seperti ini, kalau tidak di bulan Ramadhan jarang sekali beli makanan sampai berjubel-jubelan dan kadang berebut,” katanya, sembari tertawa kepada Lingkar.

Diuakuinya, tren berburu takjil bersama nonis ini juga bisa membantu perekonomian penjual takjil itu sendiri.

“Saya sama teman-teman, ada yang Islam, Kristen, dan Katolik. Teman saya yang agamanya Katolik lagi puasa untuk ibadah Paskah, kami beli takjil barengan begini jadi seru sekali, sesekali kami saling becanda saat membeli takjil, tapi saya bersyukur lho mba, tidak dikasih pertanyaan, karena disini tidak ada penjual yang kasih-kasih pertanyaan seperti di tren sekarang,” sebut Mira.

Sementara itu, salah satu pedagang takjil di wilayah Panjang, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Budiyarto (40) mengaku santai saja soal siapa-siapa yang membeli taljil di lapak miliknya.

“Santai saja mbak, tidak dikasih pertanyaan-pertanyaan atau disuruh hafal atau tidak soal syahadat. Semua bebas bisa beli dis ini, mau Islam, mau agama dan suku lainnya bebas. Ini ada yang beli banyak, dia keturunan Tionghoa, selow saja mbak. Penting kalau saya selama bisa melarisi jualan pedagang, kenapa tidak boleh beli, toh makanan ini juga mereka makan atau mungkin dibagi-bagikan ke orang lain, jadi bersyukur sekali saya,” bebernya.

Budiyarto mengaku, sejak awal Ramadhan ia berjualan takjil sampai hari ini, yang beli dagangannya beragam, tidak hanya Islam saja yang tengah menjalankan ibadah puasa Ramadhan, tapi juga umat agama lainnya.

“Ada beberapa suster, ada yang pakai identitas agama lainnya, beli disini, ya saya senang, saya woles saja. Warga lainnya juga santai saja, malahan seneng sekali bisa rukun gini gara-gara takjil dan Ramadhan jadi adem lihatnya saya yang dagang mbak,” imbuhnya.

Diakuinya, hasil jualan takjil di bulan Ramadhan seperti ini meningkat tajam dibanding hari-hari biasanya ia berjualan aneka kudapan ini.

“Meningkat mbak, puasa-puasa gini banyak yang cari camilan dan makanan baik dimakan sendiri atau dibagi-bagikan. Tapi berapanya, adalah kalau 80 persen lebih kenaikannya dibandingkan hari biasanya, senang sekali dagangan laris dan yang beli rukun-rukun semuanya, mau agama apapun, suku apapun semua rukun. Kadang yang habis ibadah di Goa Maria Ambarawa juga banyak yang beli takjil disini mbak, senang dan bersyukur ya mbak, bisa rukun semuanya,” pungkasnya. (Lingkar Network | Hesty Imaniar – Lingkarjateng.id)

Similar Posts