Kasus Diare di Kota Semarang Melonjak selama Kemarau, Warga Diminta Perhatikan Sumber Air

SEMARANG, Lingkarjateng.id – Dinas Kesehatan Kota Semarang mengimbau masyarakat untuk mewaspadai penularan penyakit diare seiring dengan terbatasnya sumber air akibat kemarau kering sebagai dampak El Nino.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang Abdul Hakam mewanti-wanti kepada masyarakat untuk selalu memperhatikan sumber air yang memang layak untuk dikonsumsi.

“Di musim panas seperti ini, yang harus kita hati-hati adalah sumber air karena sudah terbatas dan harus lebih jeli apakah benar-benar tidak mengandung E. coli, mengandung bakteri atau tidak. Karena itu yang menyebabkan diare. Itu terjadi di berbagai kabupaten/kota, termasuk Kota Semarang,” katanya.

Ia memaparkan, tercatat data dari Dinkes Kota Semarang, kasus diare hingga periode Juli 2023 tercatat sebanyak 21.059 kasus. Masih di bawah 2022 yang tercatat 32.488 selama satu tahun penuh, dan 2021 sebanyak 21.765 kasus.

Namun, tren kasus diare secara bulanan untuk Juli 2023 cenderung meningkat, yakni 3.192 kasus, naik dari Juni sebanyak 2.742 kasus, dan Mei 3.119 kasus.

Dibandingkan tahun lalu, kasus diare pada Juli 2022 tercatat hanya 2.788 kasus, kemudian Juni sebanyak 3.111 kasus, dan Mei tercatat 2.717 kasus.

“Kalau dilihat angka (kasus diare, red.) sampai Juli 2023 memang naik turun ya. Sebagai sebuah kota besar, tentu ‘mindset’ masyarakat harus bagus, apalagi 2-3 tahun terakhir diedukasi untuk cuci tangan dan pakai masker,” katanya.

Karena itu, menurutnya dengan terbatasnya sumber air akibat kemarau seperti sekarang, air yang benar-benar steril sangat dibutuhkan masyarakat.

“Karena sumber air yang terbatas ini yang dipakai airnya mungkin saja ada kandungan E. coli di luar ambang batas. Makanya, saya bilang hati-hati,” ujarnya.

Abdul Hakam mengimbau kepada masyarakat juga harus memastikan sanitasinya layak dan aman. Sebab, sanitasi juga berperan dalam pencemaran bakteri E. coli dalam sumber air yang digunakan.

“Sanitasi itu tidak hanya layak, tapi juga aman. Misalnya, dalam satu keluarga dengan dua anak punya ‘septic tank’ itu tiga tahun harus dikuras. Kalau tidak dikuras mengakibatkan sumber air (tercemar),” imbuhnya. (Lingkar Network | Rizky Syahrul – Lingkarjateng.id)

Similar Posts