Jadi Tersangka Pencucian Uang, Polda Jateng Tangkap Bos Koperasi Asal Kudus

SEMARANG, Lingkarjateng.id – Warga Kabupaten Kudus berinisial AH ditangkap Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jateng gara-gara melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Saat ini kerugian yang sudah dilaporkan senilai Rp 16 miliar, sedangkan potensi kerugian nasabah mencapai Rp 267 miliar.

Hal tersebut disampaikan Ditreskrimsus Polda Jateng, Kombes Pol Dwi Subagio, didampingi Kabid Humas, Kombes Pol Iqbal Alqudusy, serta perwakilan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Dinas Koperasi Provinsi Jateng dalam konferensi pers di kantor Ditreskrimsus Polda Jateng, Banyumanik, Kota Semarang pada Senin, 10 Oktober 2022.

AH disebut sebagai pendiri Koperasi Simpan Pinjam (KSP) GMG Giri Muria Group yang beroperasi di Kabupaten Kudus. Hingga saat ini sudah ada sembilan orang yang melapor karena merasa dirugikan sebagai nasabah.

“Aksinya dilakukan sejak 2015 sampai 2021. Korban yang sudah melapor sembilan orang dengan kerugian Rp 16,6 M,” kata Kombes Pol Dwi Subagio.

Lebih lanjut, pihaknya menjelaskan bahwa modus tersangka untuk melakukan pencucian uang yaitu dengan menarik masyarakat untuk menyimpan uangnya di KSP GMG  dengan iming-iming bunga tinggi.

“Modus operandi yang dilakukan, dia menghimpun dana dengan iming-iming ke masyarakat dengan bunga 12-15 persen pertahun. Padahal normatifnya, sekitar 3-4 persen setahun,” jelasnya.

Dari kasus itu, diketahui ada 2.601 masyarakat dan nasabah yang menghimpun dana di KSP GMG dan potensi kerugian diperkirakan mencapai Rp 267 miliar.

“Dari pengembangan, sejak 2015, warga yang himpun dana 2.601 orang. Ditkrimsus Polda Jateng bekerja sama dengan Kurator dan OJK memperkirakan terdapat potensi kerugian Rp 267 M,” sebutnya.

Tersangka AH menggunakan uang hasil pencucian uang untuk membeli sejumlah kendaraan, aset tanah, hingga membeli saham. Setidaknya ada 12 sertifikat tanah yang sudah hak milik yang disita, namun total nilai aset baru Rp 8,5 miliar.

“Yang dari penyimpanan digunakan untuk menutupi kegiatan lain. Untuk beli aset tanah, ada 12 sertifikat. Yang jadi pertanyaan dari sekian banyak potensi kerugian, yang kami sita baru Rp 8,5 M,” ungkapnya.

Saat ini kasus tersebut masih didalami dan tersangka dijerat Pasal 46 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

“Ancaman hukuman minimal 5 tahun maksimal 15 tahun penjara,” tegasnya.

Sementara itu, tersangka AH mengaku koperasinya awalnya berjalan baik namun kemudian terkena dampak pandemi Covid-19 sehingga banyak kredit macet dan mulai collapse atau jatuh.

“Tadinya baik baik saja, tapi ada pandemi mulai collapse,” ujarnya.

Terkait kejadian ini, Kabidhumas mengimbau agar masyarakat yang merasa menjadi korban untuk melapor ke instansi terkait bisa kepolisian, OJK, atau Dinas Koperasi setempat.

“Silakan melapor bila ada yang merasa menjadi korban dalam kasus ini,” ucapnya.

Masyarakat juga diimbau untuk hati-hati dalam berinvestasi dan tidak mudah tergiur dengan iming-iming bunga tinggi.

“Silakan konsultasikan dulu ke pihak berwenang dan cek legalitasnya. Saat ini banyak tawaran investasi menggiurkan, namun, sekali lagi masyarakat diimbau untuk berhati-hati,” tandasnya. (Lingkar Network | Mualim – Koran Lingkar)

Similar Posts